Pasal yang meringankan atau remisi bagi terpidana penjara seumur hidup ataupun pidana mati sudah diatur oleh Mahkamah Agung. Para terpidana tersebut tetap dapat dimungkinkan untuk mendapatkan pengurangan masa tahanan melalui perubahan status pidana penjara untuk jangka waktu tertentu.
Beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua Hutabarat, yang dilakukan oleh Ferdy Sambo, seorang mantan Kadiv Propam Mabes Polri. Sebelumnya, ia dijatuhi hukuman mati, namun melalui putusan kasasi Mahkamah Agung, hukumannya diubah menjadi penjara seumur hidup. Dengan demikian, Ferdy Sambo dinyatakan terbebas dari hukuman pidana maksimal.
Putusan kasasi Mahkamah Agung ini memicu diskusi luas di masyarakat, terutama mengenai kemungkinan skenario yang dapat digunakan untuk meringankan hukuman pelaku tindak pidana pembunuhan berencana, yang dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Pasal 340 KUHP berbunyi, “Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.”
Skenario meringankan hukuman ini mungkin dapat dilakukan melalui Peninjauan Kembali (PK) berdasarkan adanya bukti baru atau melalui upaya hukum lain yang mungkin dilakukan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkopolhukam), Mahfud MD memberikan penekanan bahwa ada kemungkinan upaya hukum lain untuk meringankan hukuman penjara seumur hidup yang diterima oleh Ferdy Sambo.
Namun, menurut Mahfud, secara hukum, terpidana penjara seumur hidup seperti Ferdy Sambo tidak dapat menerima pengurangan masa hukuman atau remisi. Mahfud menegaskan bahwa, hukuman seumur hidup itu tidak ada remisi.
Pendapat ini juga ditegaskan oleh mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun, yang menyebut bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan) menyatakan bahwa terpidana mati dan penjara seumur hidup tidak berhak memperoleh hak pengurangan masa tahanan melalui remisi.
Undang-Undang Pemasyarakatan, pada Pasal 10 ayat (4), menyebutkan bahwa hak seperti remisi dan beberapa hak lainnya tidak berlaku bagi narapidana yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup dan pidana mati. Namun, ketentuan Pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa mereka yang telah memenuhi persyaratan tertentu, termasuk yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup, juga berhak atas beberapa hak, salah satunya adalah remisi. Secara keseluruhan, terpidana penjara seumur hidup atau pidana mati masih memiliki kemungkinan memperoleh pengurangan masa tahanan atau remisi melalui perubahan status pidana penjara untuk waktu tertentu.
Atas kasus Ferdy Sambo, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua Hutabarat. Sebelumnya, Ferdy dijatuhi hukuman mati, namun melalui putusan kasasi Mahkamah Agung, hukumannya diubah menjadi penjara seumur hidup. Dengan demikian, Ferdy Sambo tidak dihukum mati.
Putusan kasasi Mahkamah Agung ini memicu diskusi luas di masyarakat, terutama mengenai kemungkinan skenario yang dapat digunakan untuk meringankan hukuman pelaku tindak pidana pembunuhan berencana, yang dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Pasal 340 KUHP berbunyi, “Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.”
Berikut adalah tabel yang memperjelas ketentuan mengenai hak remisi bagi narapidana yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup dan pidana mati berdasarkan Undang-Undang Pemasyarakatan:
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa meskipun narapidana yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup dan pidana mati tidak secara otomatis mendapatkan hak remisi, namun mereka masih memiliki kesempatan untuk memperolehnya jika memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Pemasyarakatan. Secara keseluruhan, terpidana penjara seumur hidup atau pidana mati masih memiliki kemungkinan memperoleh pengurangan masa tahanan atau remisi melalui perubahan status pidana penjara untuk waktu tertentu.
Terpidana penjara seumur hidup seperti Ferdy Sambo memiliki peluang untuk mendapatkan hak remisi atau pengurangan masa tahanan, yang sebelumnya tidak dapat diperoleh jika divonis mati. Hal ini berkaitan dengan perubahan status pidana penjara untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Ketentuan mengenai remisi bagi terpidana penjara seumur hidup diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1998 tentang Remisi. Keputusan Presiden ini menyatakan bahwa narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup dan telah menjalani setidaknya 5 tahun pidana dengan perilaku yang baik dapat mengubah pidananya menjadi pidana penjara sementara dengan lama sisa pidana hingga 15 tahun.
Proses perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara diatur oleh Keputusan Presiden. Terpidana yang ingin mengajukan perubahan ini harus melakukannya melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dengan demikian, terpidana penjara seumur hidup seperti Ferdy Sambo masih memiliki peluang untuk mendapatkan remisi dengan mengajukan permohonan perubahan status pidana kepada Presiden melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Proses remisi untuk terpidana penjara seumur hidup mirip dengan remisi pada umumnya. Namun, remisi tersebut menjadi hak setelah terpidana mengubah status penjara dari seumur hidup menjadi penjara sementara. Ini berarti bahwa terpidana penjara seumur hidup akan mengalami dua tahap remisi, yaitu remisi untuk menjadi terpidana penjara sementara dan remisi umum dan khusus sesuai peraturan yang berlaku.
Untuk mengajukan perubahan status pidana, terpidana penjara seumur hidup harus mengajukan permohonan melalui proses yang diatur oleh Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Setelah melalui proses tersebut, Presiden akan mengeluarkan Keputusan Presiden yang memberikan remisi kepada narapidana penjara seumur hidup menjadi narapidana penjara sementara. Pemberian remisi ini memiliki beberapa konsekuensi hukum, termasuk pengurangan masa pidana dan pembebasan bersyarat yang lebih singkat, tergantung pada persyaratan yang ada dalam peraturan yang berlaku.
Dengan demikian, proses ini memungkinkan terpidana penjara seumur hidup untuk mengurangi masa hukumannya melalui perubahan status pidana penjara dan memenuhi syarat-syarat yang berlaku dalam peraturan remisi yang berlaku. Pemberian remisi memiliki akibat hukum lainnya, salah satunya adalah komutasi atau perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara selama 15 tahun, dengan syarat bahwa narapidana tersebut telah menjalani pidana paling sedikit lima tahun berturut-turut dan berkelakuan baik.
Sebagai contoh, pada November 2020, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara, dan Keputusan Menkumham RI Nomor PAS-1214.PK01.04.06 Tahun 2020 tentang Pemberian Pembebasan Bersyarat Narapidana, seorang narapidana yang menjalani hukuman seumur hidup di Lapas Kupang, Ngila Leba, mendapatkan perubahan hukuman.
Kasubsi Registrasi Lapas Kupang, Ebiyatar Pello, menjelaskan bahwa proses perubahan hukuman ini dimulai dengan pengajuan permohonan Remisi Perubahan Hukuman dari Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi Pidana Penjara Sementara, yang didasarkan pada peraturan yang berlaku, seperti PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan), yang telah diubah oleh PP Nomor 99 Tahun 2012, serta Keputusan Presiden Indonesia No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi. Setelah mendapatkan perubahan hukuman, narapidana tersebut menjalani proses pembinaan hingga memenuhi syarat untuk mengikuti program integrasi Pembebasan Bersyarat.
Selain contoh di atas, ada juga kasus lain di mana terpidana dalam kasus pembunuhan wartawan Jawa Pos/Radar Bali A. A. Ode Bagus Narendra Prabangsa oleh Nyoman Susrama pada tahun 2009. Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap terdakwa Nyoman Susrama. Presiden pada saat itu mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang Remisi yang mengubah hukuman seumur hidup menjadi 20 tahun. Namun, Keputusan Presiden tersebut akhirnya dicabut kembali karena mendapat protes dan penolakan dari Menteri Hukum dan HAM.
Ini menggambarkan bahwa pemberian remisi dapat memiliki konsekuensi hukum dalam bentuk perubahan hukuman dari pidana seumur hidup menjadi pidana penjara sementara, asalkan terpenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.***
Disclaimer
Seluruh isi data dan informasi dalam Legal Brief ini merupakan kompilasi dari sumber-sumber terpercaya. Legal Brief ini tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya dianggap sebagai nasihat atau opini hukum. Tidak disarankan mengambil tindakan berdasarkan informasi yang ada pada layanan ini tanpa mencari layanan profesional terlebih dahulu.
Penutup
Jika Anda memiliki pertanyaan atau memerlukan lebih lanjut konsultasi mengenai legal brief ini, silakan menghubungi kami di:
– Timoty Ezra Simanjuntak, SH.MH.IPC.CPM.CRA.CLA.CCCS. – Founder and Managing Partner
ezra@simanjuntaklaw.co.id
– Ricky Andyva Hutasoit, SH. CMLC. – Senior Associate
Office@simanjuntaklaw.co.id
– Website
www.simanjuntaklaw.co.id
– Instagram
simanjuntaklaw
Dasar Hukum
– Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019
– Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
– Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012
– Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018